Jumat, 05 Juni 2015

TRADISI BARI'AN dalam KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA



TRADISI BARI’AN DI MASYARAKAT DESA GULANG DALAM KAJIAN SOSIOLOGI AGAMA
Makalah






oleh:
Indah Ratnasari        : 412027


 

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI STAIN KUDUS
JURUSAN DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM
TAHUN 2015


I.                   PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Setiap bangsa dan suku bangsa tentunya memiliki agama sebagai kepercayaan yang mempengaruhi manusia sebagai individu, juga sebagai pegangan hidup. Di samping agama, kehidupan manusia juga dipengaruhi oleh kebudayaan. Kebudayaan menjadi identitas dari bangsa dan suku bangsa. Suku tersebut memelihara dan melestarikan budaya yang ada.[1] Kebudayaan sebagai hasil dari cipta, karsa dan rasa manusia menurut Alisyahbana; merupakan suatu keseluruhan yang kompleks yang terjadi dari unsur-unsur yang berbeda-beda seperti pengetahuan, kepercayaan, seni, hukum, moral, adat istiadat, dan segala kecakapan yang diperoleh manusia sebagai anggota masyarakat.
Tradisi sebagai salah satu bagian dari kebudayaan menurut pakar hukum F. Geny adalah fenomena yang selalu merealisasikan kebutuhan masyarakat. Sebab yang pasti dalam hubungan antar individu, ketetapan kebutuhan hak mereka, dan kebutuhan persamaan yang merupakan asas setiap keadilan menetapkan bahwa kaidah yang dikuatkan adat yang baku itu memiliki balasan materi, yang diharuskan hukum. Kaidah ini sesuai dengan naluri manusia yang tersembunyi, yang tercermin dalam penghormatan tradisi yang baku dan perasaan individu dengan rasa takut ketika melanggar apa yang telah dilakukan pendahulu mereka.[2]
Dengan adanya bebagai ritual dan tradisi budaya yang dilaksanakan secara islami di jawa, telah memperkokoh eksistensi ajaran islam di tengah, masyarakat Indonesia dan Asia Tenggara, karena berbagai tradisi islam di jawa yang terkait dengan kehidupan tersebut kemudian berkembang hampir keseluruh pelosok tanah air, bahkan Asia Tenggara di mana komunitas orang-orang muslim jawa juga berkembang. Sebaliknya, ajaran islam justru menjadi kuat ketika ia telah menjadi tradisi dan budaya di tengah kehidupan masyarakat setempat.
Dalam hal ini islam bukan sekedar tidak memiliki isi dalam sanubari budaya masyarakat. Islam hadir sebagai mercursuar rahmat semesta dan masyarakat setiap detik kehidupan mereka yang diantaranya diwujudkan dalam apresiasi islam atas berbagai ritual dalam siklus kehidupan masyarakat. Oleh karenanya tradisi dan budaya dalam silam jawa menjadi penentu dalam kelangsungan syari’at islam. Ketika tradisi dan budaya terakomodasi dalam suatu agama akhirnya ajaran agama muncul sebagai hal yang mendarah daging dalam suatu komunitas masyarakat masyarakat. Inilah antara lain yang terjadi antara islam dan jawa, dan kemudian membentuk gugus budaya islam jawa.
Sejalan dengan pengertian di atas, upacara di sini merupakan sumber pengetahuan tentang bagaimana seseorang bertindak dan bersikap terhadap suatu gejala yang diperolehnya melalui proses belajar dari generasi sebelumnya dan kemudian harus diturunkan kepada generasi berikutnya. Ritual keagamaan yang dibungkus dengan bentuk tradisi ini dilakukan secara turun temurun dan berkelanjutan dalam periodik waktu tertentu, bahkan hingga terjadi akulturasi dengan budaya lokal.[3]
Adapun seperti di kalangan masyarakat jawa khususnya di daerah Mejobo desa Gulang terdapat berbagai ritual yang sangat sakral. Salah satunya adalah Bari’an merupakan acara yang dilakukan tidak tentu, yang mana tradisi bari’an sudah dilakukan oleh nenek moyang. Biasanya tradisi bari’an dilaksanakan dengan membawa masakan atau jajan yang berbeda-beda. Kadang membawa nasi putih yang dikepal, kadang membawa kuluban dengan tujuh rupa sayuran, kadang tempe bakar, dll. Adapun makanan yang dibawa sesuai dengan yang di mimpikan juru kunci. Dan di umumkan ke masyarakat melalui musholla-musholla.
Tradisi Bari’an dilaksanakan di sebuah punden sesepuh atau nenek moyang desa. Tradisi tersebut tidak lepas dengan agama, yang mana saat tradisi tersebut dilakukan, unsur agama dilaksanakan. Dengan membaca do’a-do’a untuk keselamatn desa, masyarakat dll. Tradisi Bari’an sendiri dipimpin seorang ulama desa atau modin. Setiap modin membacakan do’a, masyarakat di suruh mengamini atau bilang “nggeh”. Masyarakat pun anusias dengan tradisi Bari’an. Dengan kedatangan masyarakat yang banyak, yang kebanyakan kaum ibu-ibu dan anak-anak yang datang. Dengan demikian agama dan tradisi sanagt berkesinambungan dan mempererat tali silaturahmi masyarakat desa.

B.     Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah “Tradisi Bari’an di Masyarakat Desa Gulang dalam Kajian Sosiologi Agama” adalah:
1.      Bagaimana gambaran mengenai Tradisi Bari’an ?
2.      Bagaimana pendapat masyarakat mengenai Tradisi Bari’an ?
3.      Bagaimana Tradisi Bari’an dalam kajian sossiologi agama ?

II.                PEMBAHASAN
A.    Gambaran Tradisi Bari’an
Tradisi bari’an adalah upacara yang sering dilakukan masyarakat untuk mendapatkan berkah. Acara ini dilakukan tidak tentu waktunya, karena tradisi bari’an dilakukan saat dari juru kunci mendapatkan mimpi untuk melakukan tradisi bari’an. Tradisi bari’an dilakukan dengan membawa nasi, tempe bakaran, sayur kuluban, dan membawa uang sepuluh ribu rupiah untuk diganti dengan daging kambing yang telah dimasak oleh para juru masak.
Adapun rangkaian tradisi bari’an adalah masyarakat datang ke tempat punden desa. Warga yang baru datang terus menyerahkan uang sebesar sepuluh ribu ke panitia ataupun juru kunci, dan ditukar dengan daging kambing matang. Setlah mereka duduk, mereka memberi sedekah seikhlasnya. Setelah itu warga memanjatkan doa yang di pimpin seorang modin atau kyai. Dan makanan yang dibawa tadi di buka saat kyai berdoa. Selesai berdoa warga pulang.

B.     Pendapat Masyarakat Mengenai Tradisi Bari’an
Ibu Sri yang bertempat tinggal di sekitar punden, yang berumur 25 tahun. Makna tradisi bari’an bagi Ibu Sri adalah sebagai ngalap berkah atau mengharap berkah.
Pak sulikan yang bertempat agak jauh dari punden, yang berumur 41 tahun. Makna dari tradisi bari’an adalah sebagai pelestarian budaya. Tanpa ada makna ynag lain.
C.    Tradisi Bari’an dalam Kajian Sosiologi Agama
Agama ialah suatu jenis sistem yang dibuat oleh pengnut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.[4] Unsur-unsur agama adalah sebagai berikut.
·         Agama disebut jenis sistem sosial. Suatu fenomena sosial, suatu peristiwa kemasyarakatan, suatu sistem sosial dapat dianalisis, karena terdiri atas suatu kompleks kaidah dan peraturan yang dibuat saling berkaitan dan terarahkan kepada tujuan tertentu.
·         Agama berporos pada kekuatan-kekuatan non-empiris. Agama itu berurusan dengan kekuatan-kekuatan dunia luar yang di huni oleh kekuatan-kekuatan yang lebih tinggi daripada kekuatan manusia dan yang dipercayai sebagai arwah, roh-roh dan roh tertinggi.
·         Manusia mendayagunakan kekuatan-kekuatan di ats untu kepentingan dirinya sendiri dan masyarakat sekitar.  

1.      Analisis kasus dalam teori emile Durkheim
Terkait agama, Emile Durkheim mengenalkan dua konsep yakni sakral dan profane. Sacral merupakan keyakinan yang sifatnya tidak tampak dalam diri seseorang. Sedangkan profane adalah realisasi dari nilai sakral yang tampak. Makna sakral yang di ambil adalah masyarkat meyakini tradisi bari’an sebagai keberkahan. Sedangkan makna profane terdapat pada pembacaan doa saat berlangsungnya tradisi bari’an.
Emile Durkheim telah mengklasifikasikan pola masyarakat moden kepada dua bentuk yaitu perpaduan mekanikal dan perpaduan organik. Perpaduan mekanikal ialah ciri-ciri kehidupan masyarakat tradisional yang dikatakan memiliki tahap kehidupan ynag paling minimum, ialah anggota masyarakat berkongsi system nilai, system kepercayaan yang homogeny, dan menjalankan aktifitas ekonomi yang stereotaip sifatnya dari satu generasi ke generasi berikutnya. Perpaduan organic bermaksud setiap unit masih saling bergantung di antara satu sama lain.[5] Sedangkan dari kasus dapat di analisis ke perpaduan mekanikal adalah tradisi barii’an dilakukan turun temurun, dari yang tua sampai yang masih muda, laki-laki maupun perempuan yang datang ditradisi bari’an. Perpadaun organik terdapat pada masyarakat ynag membeli daging kambing seharga sepuluh ribu per daging.

2.      Analisis kasus dalam teori Max Weber
Max weber menggambarkan agama menjadi dua kesatuan, yakni antara etis dan rasional. Bagaimana nilai etis yang kemudian dirasionalkna. Masyarakat ynag datang ke punden memanjatkan doa agar diberi keberkahan oleh Allah lewat wasilah Nyi Sampet menunjukan aspek etis. Aspek etis ini kemudian dirasionalkan dengan adanya pemberian sedekah seikhlasnya.

3.        Analisis kasus dalam teori Interaksionisme Simbolik George Ritzer
Teori Interaksionisme Simbolik, setiap orang diyakini punya pikiran dan perasaan untuk memaknai situasi yang ditemui. Sikap dan tindakan orang tidaklah dipaksa oleh struktur luar (masyarakat) melainkan individu tersebut sendiri yang menentukan. Berbagai lapisan masyarakat hadir dari anak-anak  ataupun orang tua. Orang-orang menyimbolkan makanan ynag telah di doa kan di acara tradisi bari’an menganduk berkah. 

4.      Analisis kasus dalam teori Clifford Geertz
Clifford Geertz membagi masyarakat jawa menjadi 3 kelompok, yaitu priyayi, santri dan abangan. Priyayi adalah golongan birokrat dan kalangan atas yang tingkat ekonominya tinggi. Namun pengetahuan agamanya biasa. Santri yaitu kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan agama yang tinggi namun secara ekonomi kehidupan mereka biasa saja. Sedangakan abangan yaitu kelompok masyarakat yang pengetahuan agama dan kehidupan ekonominya rendah atau biasa-biasa saja. Analisis fenomena tradisi bai’an dalam teori Clifford Geetz yaitu:
a.       Priyayi yaitu kelompok masyarakat yang terdiri dari kaum birokrat, tetapi pemahaman agamanya kurang. Seperti halnya kepala desa dan para aparat desa yang ikut dalam tradisi bari’an.
b.      Santri yaitu kelompok masyarakat yang memiliki tingkat pengetahuan agama yang tinggi namun secara ekonomi kehidupan mereka biasa. Seperti kyai yang memimpin doa.
c.       Abangan yaitu kelompok masyarakat yang pengetahuan agama dan kehidupan ekonominya rendah atau biasa-biasa. Seperti mendatangi punden.


III.             PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Gambaran Tradisi Bari’an
Tradisi bari’an adalah masyarakat datang ke tempat punden desa. Warga yang baru datang terus menyerahkan uang sebesar sepuluh ribu ke panitia ataupun juru kunci, dan ditukar dengan daging kambing matang. Setlah mereka duduk, mereka memberi sedekah seikhlasnya. Setelah itu warga memanjatkan doa yang di pimpin seorang modin atau kyai. Dan makanan yang dibawa tadi di buka saat kyai berdoa. Selesai berdoa warga pulang.

2.      Pendapat Masyarakat Mengenai Tradisi Bari’an
Masyarakat ada yang mempercayai tardsi bari’an mengandung berkah dengan memakan nasi doa da ada juga masyrakat yang hanya menganggap sebagai tradisi jawa.

3.      Tradisi Bari’an dalam Kajian Sosiologi Agama
Agama ialah suatu jenis sistem yang dibuat oleh pengnut-penganutnya yang berproses pada kekuatan-kekuatan non-empiris yang dipercayainya dan didayagunakannya untuk mencapai keselamatan bagi diri mereka dan masyarakat luas umumnya.
a.       Analisis kasus dalam teori emile Durkheim
Emile Durkheim mengenalkan dua konsep yakni sakral dan profane. Makna sakral yang di ambil adalah masyarkat meyakini tradisi bari’an sebagai keberkahan. Sedangkan makna profane terdapat pada pembacaan doa saat berlangsungnya tradisi bari’an.
b.      Analisis kasus dalam teori Max Weber
Max Weber, menyatakan bahwa agama dibagi menjadi 2 yaitu etis dan rasional.
c.       Analisis kasus dalam teori Interaksionisme Simbolik George Ritzer
Setiap orang mempunyai keyakinan. Seperti halnya masyarkat meyakini kalau tradisi bari’an memberi keberkahan, dengan memakan nasi doa.
d.      Analisis kasus dalam teori Clifford Geertz
Clifford Geertz membagi masyarakat jawa menjadi 3 kelompok, yaitu priyayi, santri dan abangan.












DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Shukri Md. Nain dan Rosman Md. Yusoff. Konsep, Teori, Dimensi dan Isu Pembangunan. (Malaysia: UTM). Ahmad Shukri Md. Nain dan Rosman Md. Yusoff. Konsep, Teori, Dimensi dan Isu Pembangunan. (Malaysia: UTM)
Bustanidun Agus, Islam dan Pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.
Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifat Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2008
Samir Aliyah, Sistem Pemerintah, Peradilan & Adat dalam Islam, Penerjemah: H. Asmuni, Jakarta: Khalifa, 2004
Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: KANISIUS, 1993



















[1]Bustanidun Agus, Islam dan Pembangunan, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002, hlm. 15.
[2] Samir Aliyah, Sistem Pemerintah, Peradilan & Adat dalam Islam, Penerjemah: H. Asmuni, Jakarta: Khalifa, 2004, hlm.512.
[3] Irwan Abdullah, dkk, (ed.), Agama dan Kearifat Lokal dalam Tantangan Global, Yogyakarta: Sekolah Pasca Sarjana UGM, 2008, hlm. 187.
[4] Hendropuspito, Sosiologi Agama, Yogyakarta: KANISIUS, 1993, hlm. 34.
[5] Ahmad Shukri Md. Nain dan Rosman Md. Yusoff. Konsep, Teori, Dimensi dan Isu Pembangunan. (Malaysia: UTM). Hlm. 61.